WebdesignSchusser.de

WebdesignSchusser.de

General

Mungkinkah Bahasa Daerah Hilang Ditelan Zaman?

Bisa senang kuasai belasan bahasa asing, seandainya tidak boleh durhaka pada bahasa wilayah!

Pernah ngak saksikan sama-sama yang dari suku A,B dan C yang mulai masuk “Sindrom Amnesia Bahasa’. Mungkin istilah ini tidak ada di KBBI. Tidak apalah, yang paling penting kita bisa membenahi nalar untuk menelanjangi angkatan yang berlagak tahu mengenai bermacam bahasa, tetapi lupakan akar bahasanya sendiri.

Trend amnesia bahasa wilayah menjadi hal yang wajar di kehidupan angkatan Milenial dan Alpha yang ada di perantauan.

Sekian hari lalu, saya berjumpa dengan salah satunya teman dekat yang dari wilayah saya juga. Kebenaran dia telah lama tinggal di perantauan, dan bekerja di salah satunya perusahaan terkenal negeri ini.

Sebatas kami sama-sama melepaskan rindu dan ber-say-hello. Pembicaraan kami mulai ngalir. Selang beberapa saat, dia bicara memakai bahasa computer, bahasa asing yang saya tidak mengenal. Berusaha untuk memperhatikan jalur asumsinya.

Menarik ialah kata yang pas untuk memvisualisasikan pembicaraan kami. Anehnya, dia benar-benar mahir dalam beberapa bahasa asing, tetapi kurang kuat bahkan juga masuk sindrom amnesia bahasa wilayah.

Prihatin saya menyaksikan watak orang begitu! Ya, bukanlah saya berlagak anti bahasa asing, tetapi ini tersangkut jati diri. Karena bahasa wilayah ialah sisi budaya yang penting dilestarikan.

Kita bisa saja menghindari akan kejadian ini, tetapi berikut keadaan yang masih belum seutuhnya dirasa oleh golongan cendekiawan. Tidak ada yang keliru, jika kita kuasai 3-4 bahasa, bahkan juga lebih. Seandainya identitas kita tidak boleh turut tergerus dengan kontaminasi budaya lain.

Saya percaya, perlahan-lahan tetapi tentu, angkatan Milenial dan Lalai akan terkikis di tengah-tengah pergerakan bahasa asing.

Coba anda perhatikan sekitar lingkungan, beberapa orang yang pahami bahasa wilayahnya sendiri, tetapi susah untuk berbicara dalam bahasa wilayahnya. Apa ini sisi dari kesombongan cendekiawan? Atau mungkin memang trend bahasa wilayah telah masuk senjakala?

error: Content is protected !!